Khong Guan Tidak Mashook untuk Lidah Gen Alfa

Spread the love

Suami saya membeli Khong Guan ukuran besar sehari sebelum lebaran. Dan sampai sekarang biskuit itu masih ada. Sungguh berbeda dengan biskuit merek xyzop yang bentuknya nyerempet Oreo dengan rasa lebih soft yang kami peroleh di awal bulan Ramadan. Langsung ludes.

Berhubung saya punya 1 anak TK dan 1 toddler, cemilan adalah barang yang paling dicari dan paling laku. Tapi, tidak untuk produk 1 ini. Khong Guan.

Ketika suami pulang belanja keperluan lebaran, anak-anak heboh mendatanginya. Mereka merengek minta dibuka. Saat dibuka, dapat wafer. Sikat rata. Mau minta lagi ternyata habis. Ya sudah, mereka coba varian lain. Sengaja saya pilih yang ada aroma coklatnya, supaya mereka tergugah.

Sejatinya, saya juga ragu menawarkannya. Selama hampir 7 tahun usia pernikahan kami, baru kali ini membeli Khong Guan. Ini sungguh pengalaman baru bagi kami. Sepertinya suami kangen kampung halaman, sih. Jadi, nekat membelinya.

Oke, setelah si sulung menikmati sensasi gigitan biskuit coklat Khong Guan pertamanya , mimik mukanya berubah. Si bungsu yang memang doyan ikut-ikutan juga menunjukkan reaksi serupa. Dari sejak kaleng itu dibawa masuk, saya sudah punya feeling. Perasaan bahwa, makanan ini tak akan selaku seperti jenis makanan lain. Ternyata feeling seorang ibu itu nyata adanya.

Menurut pendapat pribadi, biskuit ini memang hanya cocok untuk mengakomodasi para milenial dan sebagian generasi Z. Bahkan, dugaan saya paling layak dinikmati gen X.

Bukan bermaksud memojokkan atau bagaimana. Tapi, begitulah kenyataannya.
Berdasarkan pengamatan, anak-anak saya yang masuk gen Alfa itu cenderung menyukai rasa yang tajam. Kurang cocok dengan rasa yang B aja apalagi rasa yang pernah ada. Mereka menyukai olahan dairy produk dan micin.

Si sulung memang sudah saya jejali keju dan butter sejak MPASI. Dimana sesungguhnya itu adalah usia rawan mengenal makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh selain dari ASI. Alhasil, dia gemar sekali makan keju. Dulu, bahkan dia selalu ngemil keju slice hampir tiap hari.

Rasa gurih pada keju memang memberikan sensasi yang berbeda. Jadi, saya maklum kalo mereka demen sekali. Ditambah lagi, makin banyak produsen yang kreatif mengawinkan keju dan micin. Beuh, makin makin dah pokoknya! Nah, sayangnya rasa ini tidak ada pada varian rasa Khong Guan.

Biskuit ini memang mengusung tema manis. Kalau mereka beralasan rasa gurih atau asin tidak cocok diletakkan pada satu wadah. Saya bisa sangat terima alasannya. Bener juga, sih! Nanti rasanya jadi bercampur satu sama lain sehingga rasa yang ingin disasar justru tidak menonjol. Malah nano-nano gitu kayaknya. Tapi, rasa manis yang disajikan pun tidak variatif menurut saya. Iya nggak, sih?

Seperti yang saya sempat katakan di awal tadi, anak-anak saya menyukai dairy produk. Kan, sekarang dairy produk tak hanya keju. Coklat pun menjadi bagiannya. Kalau kita mau flashback, masa kecil anak 90an memang biskuit coklat itu terbatas. Mangkanya si Khong Guan ini masih mashooklah.

Anak-anak gen Alfa ini, tidak begitu. Coklat itu sudah sangat melekat di memori mereka sebagai kudapan yang hakiki. Nah, Khong Guan tidak menyediakannya. Ada memang biskuit rasa coklat dan wafer. Hanya saja, jumlah wafer bisa dihitung jari. Rasa coklat pada biskuitnya pun tipis.

Meskipun, banyak orang yang mengganggap kebiasaan ini tidak baik untuk kesehatan. Para pengusaha makanan kelas seniornya senior seperti Khong Guan tidak boleh mengabaikannya. Dan perlu meregenerasi produk untuk memenuhi pangsa pasar yang kini didominasi gen Alfa.