Cerita Toilet Training Adek

Spread the love

Setiap anak pasti punya kisahnya sendiri, bahkan yang lahir dari rahim yang sama…

Anw, aku baru betul-betul memahaminya pada kelahiran anak kedua. Padahal sejak dalam kandungan pun cerita Teteh dan Adek ini sudah berbeda.  Apalagi cerita perjalanan yang lain, pun tentu kisahnya menjadi semakin berbeda.

Agak dramatis ya openingnya, tapi ya gitu deh!

Btw, kali ini aku mau cerita tentang perjalanan toilet training Adek. Yang 180◦ berbeda dengan cerita Tetehnya.

Kita mulai dengan “gimana sih awal cerita memulai toilet training Adek?”

Jadi, 3 atau 4 bulan lagi usia Adek genap 3 tahun. Aku memang udah mulai was-was, “kok anak ini lama banget ya siap toilet trainingnya”. Karena sebetulnya sebelum akhirnya latihan ini berhasil, aku pernah beberapa kali mencoba toilet training. Bahkan sejak sebelum Adek berusia 2 tahun.

Tahu nggak, apa yang membuat aku ketrigger untuk menyegerakan latihan buang hajat Adek? Aku lihat video anak yang udah toilet training dari usia 8 bulan. Gilak kan! Aku langsung percaya diri bahwa pasti Adek bisa, nih! Yang dari umur 8 bulan aja udah gape, kok!

Tapi, aku lupa bahwa start kita beda, strategi kita berbeda, dan tentu anak kita berbeda.

Aku inget banget, waktu pertama kali nyobain untuk toilet training. Jujurly, waktu itu memang banyak unsur ‘maksa’nya. Yang bikin Adek kayak trauma untuk pipis di toilet. Sejak saat itu, setiap mulai mencoba toilet training, selalu gagal, dan gagal lagi. Karena aku nggak siap ngadepin kenyataan bahwa si Adek kayak lebih suka pipis di celana atau di sembarang tempat.

anak sedang belajar toilet training

Capek kan gantiin celana, nyuci bekas ompol, bersihin bekasnya ompol di lantai, cium bau pesing di mana-mana. Cukuplah alasan buat ngomelin Adek sepanjang hari itu. Tak lupa juga mengintervensi dia dengan kalimat “Adek pipis yuk!”, “Nanti kalau mau pipis bilang ya, soalnya kalo ngompol nanti bla bla bla”. Dan kalimat kayak gitu hampir keluar tiap 5 menit sekali. Ya, pantes aja kalau Adek stress juga dengerin Mamanya ngomong gitu mulu. Wkwkwk.

Akhirnya di awal bulan Juli ini, toilet training Adek di mulai lagi. Ketika usianya 2 tahun 8 bulan. Itu pun karena iseng aja aku nanya, “Dek, diaper Adek udah habis. Gimana dong?” Dan dia jawab, “Aku pake celana dalam aja.” Yaaa sudah, kita coba mulai lagi dengan niat 100%. Bismillah semoga berhasil. Benar-benar bukan yang dimulai dengan niat di awal waktu. Tapi, lebih tepatnya mencoba menjalaninya aja.

#Hari pertama toilet training

Kita baru start menjelang dhuhur setelah dia pup. Sepanjang siang sampai malam, Adek 100% ngompol. Aku benar-benar menahan diri untuk tidack membeli diaper. Kupikir, kalau aku lengah hasilnya bakal sama seperti yang lalu-lalu. Toilet training ini akan gagal sebelum dimulai.

Sepanjang siang itu, aku berusaha menerapkan teori untuk mengajak dia ke toilet tiap 1-2 jam sekali. Tapi, mohon maap selalu gagal. Bahkan dia nggak mau jongkok di kloset. Suprisenya, malam ketika tidur, dia nggak ngompol. Nah, menjelang subuh dia baru pipis, tuh. Dari situ aku sadar bahwa kali ini memang waktu yang tepat, deh!

#Hari kedua toilet training

Habis subuh, aku langsung ngebangunin Adek untuk pipis. Eh, dia nangis-nangis dong! Kesalnya aku pagi itu. Tapi, di situ aku sempet kepikiran “nih anak nangis karena pagi-pagi dibangunin terus dipaksa ke kamar mandi”. Yaaa, tapi tetep aja aku ngomel karena nggak lama setelah diajak terus nggak mau itu, dia ngompol.

Malam harinya kami disuguhi dengan pup di kamar. Bener-bener keluar di depan kasur dan banyak pula. Rasa dapat jack pot dah! Eh, tapi akhirnya dia berhasil pipis sebelum tidur waktu ditemenin bapaknya. Seseneng itu dia berhasil pipis, sampai bilang “Yeay, aku berhasil pipis kayak Teteh!” Wkwkwkwk. I love you sekebon, Dek!

Anw, kerjaanku hari itu masih nggak jauh-jauh dari nyuci celana bekas ompol, bersihin lantai bekas ompol, bolak-balik kamar mandi, dan nggak bisa lepas dari inhale exhale. Segitunya udah ditahan-tahan, keluar juga omelan ya!

#Hari ketiga toilet training

Makin hari tuh, kesabaranku bukannya tambah bagus. Eh, tambah merosot aja. Kayak mau give up gitu lah. “Bisa nggak sih sebetulnya, nih anak”. Perasaan udah disounding, dibriefing, diajak ke kamar mandi, tapi buat mau jongkok sama ngeden aja kok susah amat ya!

Dan tudey, aku melihat betapa sebenernya bukan cuma aku dan bapaknya aja yang sedang berusaha. Karena dia juga sedang berusaha. Ngelihat mimik mukanya pas ngeden di toilet, antara muka tegang, khawatir dan takut sih. Haaaaah, kok jadi merasa bersalah ya!

Yang patut disyukuri dari semua kelelahan ngebersihin ompol, lantai, gotong-gotong toddler udah kayak setrikaan ada progressnya kok ternyata. Walaupun ‘sedikit’ menurut kita, tapi itu adalah sebuah perjalanan menuju keberhasilan. Note banget buat aku, bahwa bersyukur is a must!

Toilet training kali ini memang lumayan ‘drama’ sih untukku.

#Toilet training hari ke empat

Memasuki hari keempat yang luar biasa. Yaitu tentang perkembangan kemampuan Adek untuk “mau bilang” dan pipis pada saat yang tepat. Aaah, aku terharu! Ternyata usaha-usaha ini (yang tadinya kuragukan), berhasil. Ternyata ada impactnya.

sayang anak bagaimana pun keadaannya

Semakin membuatku merasa bahwa, “oh, ternyata anak-anak ini memang merespon semua treatment yang kita berikan ya!” Satu lagi, aku juga belajar satu hal penting saat nemenin toilet training Adek ini. Bahwa, kita memang harus menerima kegagalan yang dialami anak-anak. Kita aja nggak selalu ketemu sama keberhasilan, kok! Ya, udah jadi hal yang sangat wajar jika anak-anak itu gagal. Perkembangan otaknya aja belum maksimal, lho!

Jadi, setiap nemenin Adek pipis (dan nggak berhasil keluar) bapaknya selalu punya mantra ajaib yang menurutku bisa membuatnya tenang. “Belum berhasil keluar ya pipisnya? Nggak apa-apa. Nanti dicoba lagi, ya!” Validasi dan penerimaan ini sedikit banyak membantunya menguatkan diri. Dan membangkitkan semangatnya untuk mau mencoba lagi. Dan juga menerima kegagalan yang dialaminya.

Sekarang, saat tulisan ini dibuat (ya, satu bulanan lah) Adek udah jarang banget ngompol. Ya, ada sih waktu-waktu dia ‘ngeselin banget’ karena ngompol dan pup di celana. Bahkan, bisa dikatakan hampir tiap hari dia pup di celana. Dan kalian tahu betapa momen itu amat sangat huhah!

Apalagi kejadiannya ketika di kantor suami. Dua kali dalam sehari itu dia pup dicelana! Rasa pengen keluar tanduk kan?

Tapii, proses ini memang harus dilalui. Dinikmati. Walaupun, aku tahu bahwa pada kenyataannya nggak pernah semudah itu ‘menikmati’ momen yang bikin hati dongkol. Hahaha.

Toilet training Adek ini benar-benar mengajarkan banyak hal (untukku secara pribadi). Kita nggak lagi bisa berpegang teguh pada sebuah ekspektasi. Karena kita lagi hidup dengan manusia, yang berakal dan berbudi. Yang nggak bisa ‘semudah’ itu kita atur-atur kayak kerjaan kantor.

Ya, tapi bukan berarti kita pasrah aja lho! Ngetreat sebaik yang kita mampu harus teteup menjadi ikhtiar. Dan kita harus percaya bahwa mereka akan mampu jika sudah waktunya. Jika mereka sudah benar-benar siap.

The last, menurutku toilet training ini seperti proses perpisahan bagi anak. Sama seperti ketika dia harus berpisah dengan ASI atau dot. Pisah dari diaper untuk beradaptasi dengan situasi baru. Kita aja sering mengalami kesulitan untuk beradaptasi. Apalagi anak-anak, kan? Mencoba untuk menerima kesulitan mereka dan menghargai proses akan memudahkan kita menemani mereka ‘berpisah’.