4 Tips Melewati Proses Melahirkan Tanpa Didampingi Keluarga Dekat
Melahirkan merupakan momen special yang ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan dan keluarga besar tentunya. Banyak cerita dari teman-teman saya yang melahirkan ditemani orang tua dan mertua. Serta sanak saudara yang lain.
Kebayang sih, gimana rasanya mendapati bayi yang dilahirkan anak atau menantu. Mungkin kayak de javu di masa lalu yang sulit dijabarkan. Tiba-tiba bayi yang dulu ditimang sudah mempunyai bayi. Sungguh luar biasa suka citanya.
Kita pun, sebagai yang ditunggu atau bahkan didampingi akan merasa jauh lebih tenang. Lebih bisa beristirahat, karena ada yang gantian merawat si bayi atau anak pertama. Ketika perlu apa-apa, bisa berbagi tugas (eh…minta tolong maksudnya) dengan orang tua.
E…tapi, kebetulan saya dan suami melalui fase melahirkan kedua anak kami tanpa didampingi orang tua dan mertua. Karena kami kaum perantau alias buruh yang tinggal di ibu kota. Sedang kedua orang tua kami tinggal di kampung. Pun, sejak awal kami berniat untuk tidak mau merepotkan dengan sengaja ‘mendatangkan’ mereka dalam proses kelahiran cucunya.
Repot nggak? Jelas! Tapi bisa diakali kok. Yuk, simak tips melahirkan ala perantau yang jauh dari sanak saudara berikut ini :
- Kemas kebutuhan melahirkan
Mengemas kebutuhan saat lahiran itu wajib. Bukan hanya bagi yang merencanakan melahirkan tanpa didampingi keluarga dekat. Tapi bagi semua ibu hamil di mana pun Anda berada. Hahaha.
Kalau bisa maksimal sebulan sebelumnya sudah ready. Bagi yang sudah berpengalaman pasti paham. Melahirkan memang bisa diprediksi, tapi tidak bisa dipastikan (kecuali kalau minta tanggal). Kondisi pra melahirkan juga demikian.
Bukan saja tentang waktu yang bisa maju atau mundur. Rencana proses melahirkan bisa berubah karena keadaan. Baik yang dialami ibu atau janin.
Nah, maka dari itu perlunya mengemas printilan proses melahirkan. Sehingga ketika sewaktu-waktu muncul tanda-tanda kelahiran langsung cap cus ke klinik yan di tuju.
Bagi ibu hamil yang berencana melahirkan hanya didampingi keluarga, kegiatan mengemas ini harus dilakukan berdua. Paling enggak suami tahu letak bedong pas diminta perawat. Bisa ngambilin daster atau pembalut untuk ganti tanpa memporakporandakan isi tas itu udah rekor banget, buk!😂
Berhubung saya ini, ibuk-ibuk yang suka milah barang dan dikumpulin per kategori maka memberi label sangat membantu! Yah, kita tahu kadang ingatan kita soal beginian suka lebih paten ketimbang bapack-bapack. Jadi, memberi label akan memudahkan paksu mengambil barang yang diminta
2. Briefing bersama keluarga pasangan dan anak
Nggak cuma meeting di kantor yang perlu meeting, ya! Seriously, briefing itu salah satu yang need to do. Walaupun nanti pas proses kelahiran berlangsung tidak sama dengan situasi pas briefing, tapi kita jadi punya peta. Peta mau ngapain setelah A B C dan seterusnya.
Nggak mau kan kita wara wiri beberes pasca melahirkan? Bukan nggak mau, tapi nggak bisa! 😆 Oleh karenanya urusan beberes, nyari makan, ngurus si sulung dan sebagainya itu pindah tugaskan pada suami. Kita ingetin aja sambil selonjoran sama nonton drakor.
Briefingnya bisa dibuat selengkap mungkin dengan banyak opsi. Misal, rencana mau lahiran normal, eh disarankan sectio. Suami harus siap sedia menghadapi situasi tak terduga seperti itu. Pasti gugup, tapi bisa agak jernih mikirnya.
Pada kasus saya, ada briefing dengan judul ‘menemani mama melahirkan’. Karena pilihan dan kondisi kami mengharuskan membawa si sulung ke klinik bersalin, maka perlu sekali memberikan briefing ini.
Ketika suami menemani saya di ruang bersalin, si sulung menunggu dengan tenang di luar. Nggak ada cranky sama sekali. Bahkan, dia dengan bangga bercerita menunggu adik bayi lahir sambil lihat ikan koi.
3. Sounding anak pertama
Nah, ini nih bagian yang suka bikin ibuk-ibuk mewek. Nyiapin anak pertama menjadi kakak. Memang tidak mudah, tapi harus diupayakan. Kita harus banyak cerita bagaimana situasi ketika adik sudah lahir. Ceritakan bahwa kasih sayang kita akan tetap sama. Tetap bisa main atau baca buku bareng.
Sebenernya sounding ini perlu dilakukan setiap orang tua pada anak yang akan memiliki adik. Supaya nggak ada semacam shock therapy. Tiba-tiba ada bayi di rumah yang mengambil alih perhatian seluruh anggota keluarga.
Ketika kami memutuskan melewati proses kelahiran hanya bersama pasangan, sounding menjadi pentiiing sekali. Mengingat perhatian kami sebagai orang tua akan benar-benar tersita pada bayi yang baru lahir.
Saya dan suami sudah jauh-jauh hari sounding tentang ‘adik’ pada anak pertama kami. Termasuk menentukan panggilan baru untuknya jika adiknya sudah lahir. Saya dan suami surprise melihat sikapnya setelah kelahiran adiknya. Si sulung bahkan selalu siap sedia menjadi asisten kami untuk membantu adiknya.
Kekhawatiran akan sibling rivalry sampai saat ini belum pernah kami lihat. Ya, memang ada saja momen berantem bila ada gesekan. Tapi belum pernah terlihat sikap benci pada adiknya. Salah satu yang saya dan suami syukuri hingga saat ini.
4. Tentukan tempat kelahiran sejak awal
Menentukan tempat kelahiran merupakan hal yang cukup urgen diupayakan sejak awal masa kehamilan. Dari sini kita bisa menentukan biaya yang diperlukan dan mempersiapkannya.
Ada beberapa hal yang kami pertimbangkan dalam memilih tempat kelahiran. Dokter, jarak dari rumah, dan biaya proses persalinan adalah hal yang saya dan suami perhatikan.
Berdasar pengalaman, melewati persalinan bukan hanya tentang menahan rasa sakit. Tapi, ibuk-ibuk kayak saya butuh sugesti positif supaya bisa tetap santuy ketika ngeden. Dan saya nggak mendapatkannya pada persalinan pertama. Saya cenderung tegang dan jahitannya mayan banyak.
Di kelahiran kedua kami mencoba berkonsultasi dengan dokter rekomendasi teman. Bersyukur kami cocok sehingga memutuskan melewati persalinan dengan dokter tersebut. Biasanya specialist obgyn punya beberapa tempat praktek di rumah sakit atau klinik. Biaya di setiap rumah sakit pun berbeda-beda. Nah, kami mencari tempat dengan biaya ramah di kantong dan fasilitas ‘cukup’ saja. Tak lupa, tempat yang jaraknya dekat dengan tempat tinggal kami.
Kenapa harus dekat tempat tinggal?
Biar paksu bisa bolak-balik mengurus baju kotor dan menyimpan ari-ari. Hahaha. Eh, baju kotor bekas melahirkan biasanya banyak kena darah, lho! Kalo nggak segera dibersihkan nanti susah hilangnya. Bukan begitu, ibuk-ibuk? Dan, si ari-ari ini kudu wajib segera dikubur. Bukan apa-apa. Biar nggak bauuu aja ini, mah!
Itu tadi beberapa tips yang bisa ibuk-ibuk lakukan jika memilih melewati proses kelahiran tanpa didampingi keluarga dekat. Tentu tidak mudah. Tapi, bisa aja kok! 😊
Kondisi setiap keluarga tentu berbeda-beda dan tidak bisa disamakan. Jadii, kalo nggak cocok abaikan saja yak! Kalo oke, kuy mangga dipraktekkan.
One thought on “4 Tips Melewati Proses Melahirkan Tanpa Didampingi Keluarga Dekat”