Manfaat Membangun Skill Mendengarkan Anak Bercerita

Spread the love

“Ma, tadi nggak sengaja Teteh pup di celana”, bisik Teteh ketika saya menjemputnya di depan gerbang sekolah. Dan tentu saja saya shock. Yaampun, beneran dia pup?!

Terakhir kali Teteh pup di celana sudah sekitar 1,5 tahun lalu. Itu juga karena dia sedang diare. Lha, ini dia sehat wal afiat. Kok, bisa pup di celana. Pokoknya sudah banyak pertanyaan di kepala sejak setelah Teteh cerita.

Tapi, akhirnya saya bawa Teteh langsung pulang. Tidak mungkin rasanya jika dibersihkan di sekolah karena dia tidak punya baju ganti. Lagi pula, kami berjalan kaki jadi bekas pup cukup amanlah ya!

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, saya berusaha keras untuk tidak menanyakan apapun terkait peristiwa “pup di celana ini. Sampai di rumah, saya langsung meminta Teteh untuk bersih-bersih. Dan tentu saja mengarahkannya untuk membersihkan pup di celananya. Untung nggak banyak! Wkwkwk.

Setelah semua selesai, si Teteh sudah santai sambil makan snack baru saya telusuri penyebab ‘pup di celana’ tersebut. Dan tentu saja dengan berbagai petuah.

Minggu berikutnya, Teteh cerita lagi, “Ma, tadi aku pipis lho di sekolah!” Waaa, it’s a good news!

Mungkin bagi orang lain,  itu hal yang biasa aja. Tapi, setelah peristiwa pup di celana, pipis di sekolah dengan cara yang sewajarnya dengan runtutan izin terlebih dahulu kepada guru adalah sebuah berita besar bagi saya. Oh, berarti Teteh paham dengan resiko yang akan ditanggungnya jika menahan pipis atau pup. Dan itu mendorongnya untuk lebih percaya diri izin atau cerita kepada gurunya.

Dari peristiwa ini saya banyak belajar tentang bagaimana memberikan reaksi pada suatu peristiwa. Terutama yang menyangkut anak. Ketika pertama kali Teteh cerita kalau dia pup di celana, saya sadar bahwa mencerna pertanyaan atau alih-alih ngomel akan membuat semuanya ambyar. Jadi, saya memutuskan untuk hanya MENDENGARKAN cerita Teteh. No comment.

Di balik itu semua, tiga tahun lalu saya dan Teteh pernah mengalami hal serupa. Selama dua hari berturut-turut Teteh mengabaikan pangggilan alamnya karena MALU. Hal itu terjadi belum lama setelah  dia lulus toilet training. Sebenarnya masih wajar kalau dia tetiba ngompol atau pup di celana. Tapi, waktu itu saya terbakar emosi duluan. Marah, mengintrogasi dan membuang celananya (karena kejadiannya di kantor)

Dan peristiwa ini masih membekas di pikiran Teteh. Setidaknya ini satu sedikit peristiwa masa kecil yang masih bisa diingat Teteh. Kayak membuat dia trauma gitu, lho!

Makanya saya belajar untuk menahan diri. Dan butuh waktu yang tidak sebentar juga kok untuk bisa memberi reaksi ‘cantik’ pada peristiwa ‘nggak enak’. Setidaknya, menyesal saja tidak cukup. Perlu diiringi usaha juga! Hihihi.

Perlukah mendengarkan anak saya dia bercerita hak yang memalukan?

Latihan Memberi Reaksi yang Tepat

Pernah baca Filosofi Teras? Kalau belum coba baca, deh! Insightfull untuk saya yang suka impulsif marah-marah. Wkwkwk.

Ini berkaitan dengan bagaimana cara kita memberi reaksi untuk sebuah kejadian. Bagaimana sih, caranya kita bisa mengontrol pikiran dan perasaan sejenak untuk bertindak tidak impulsif. Kayak ketika kita menghadapi peristiwa yang buruk, sebenarnya kita bisa untuk memilih untuk langsung merasa terpuruk atau tenang.

Karena sebenarnya, pikiran dan perasaan kita adalah dua hal yang bisa kita kendalikan. Lain hal dengan pendapat atau cara orang lain. Itu sudah berada jauh di luar kendali diri kita. Jadi, WOLES ngadepin sikap orang lain yang bikin kesel itu sudah suatu keharusan.

Sama seperti orang tua bereaksi pada sikap anak. Memberi jeda untuk diam beberapa menit, memikirkan sebab akibat tindakan, baru kemudian bereaksi akan memberi ruang bagi orang tua untuk bisa mengontrol emosi dan perilaku.

Mendengarkan Anak Bercerita

Reaksi apa yang sebaiknya kita berikan ketika anak bercerita? Langsung memberi timbal balik dengan tanya balik, mengintrogasi, atau dengerin dulu aja? Memberondong dengan banyak pertanyaan itu hal biasanya. Gimana kalau dengerin dulu aja?

Kayaknya gampang ya? Ternyata mendengarkan butuh skill, lho! Apalagi mendengarkan anak bercerita. Butuh banget menurunkan ego merasa paling benar, paling tahu dan paling paling paling yang lain. Karena kayaknya manusia kecil di hadapan kita ini nggak tahu apa-apa.

Padahal mereka hanya sedang belajar mengenal dunia. Bukan, bukan karena mereka nggak tahu apa-apa. Dan kita dipercaya menjadi perantara untuk menemani mereka tumbuh.

Mereka sama kok seperti kita orang dewasa yang punya kebutuhan untuk didengarkan. Ingat ya, cuma untuk DIDENGARKAN. Tanpa interupsi nasehat, pertanyaan apa lagi cercaan. Sama seperti orang dewasa yang butuh telinga untuk didengar. Anak juga butuh telinga untuk merilis stress atau sekedar ingin berbagi cerita yang butuh didengarkan saja.

Manfaat Mendengarkan Anak Bercerita

Gestur pertama yang perlu ditunjukkan ketika anak ingin cerita kepada orang tua adalah pasang mata dan badan. Kalau belum bisa dilakukan saat itu juga karena kita sedang melakukan aktivitas, katakan bahwa kita akan menyelesaikan pekerjaan baru bisa mendengarkan ceritanya. Setelah itu, JANGAN tunda untuk mendengarkan cerita anak.

Manfaat mendengarkan cerita anak antara lain :

Mendengarkan anak bercerita membuatnya merasa dihargai

Sama seperti orang dewasa yang ingin pendapatnya dihargai, perasaan yang sama juga muncul pada anak-anak. Mendengarkan mereka bercerita membuat anak merasa diakui keberadaannya. Kalau dia dianggap ‘ada’, berarti dihargai sebagai individu juga dong!.

Penghargaan terhadap anak mempengaruhi kemampuannya untuk membangun rasa percaya diri. Self-esteem ini skill penting yang harus dimiliki seseorang untuk tumbuh sebagai individu dalam masyarakat. Dan ternyata satu cara mengembangkan kemampuan ini cukup dengan mendengarkan anak ketika dia sedang bercerita.

Mendengarkan anak bercerita dapat membantunya merilis stress

Gimana perasaan kalian setelah curhat habis-habisan sama teman yang care dengan kita? Atau kalian curhat colongan sama Yang Kuasa di sepertiga malam. Plong gitu kan rasanya.

Kalau kita sudah merasa PLONG walaupun masalahnya belum kelar, rasanya setengah beban beratnya jadi hilang. It’s means kita sudah nggak terlalu stress.Percayalah bahwa hal seperti itu juga terjadi pada anak-anak.

Selain bermain, mendengarkan anak bercerita dapat membantu menyalurkan kegundahan atau kegelisahan hatinya. Inget ya, dengerin saja dulu tanpa interupsi apa pun. Jika mau menvalidasi perasaannya pastikan di waktu yang tepat. Atau tambahan sebuah pelukan ‘mungkin’ sudah cukup. Kalau pengen nanya balik, pastikan ceritanya sudah selesai dan latih feeling untuk menemukan waktu yang tepat.

Mendengarkan anak bercerita bisa membangun kepercayaannya pada orang tua

Percaya nggak jika  kegiatan remeh temeh mendengarkan anak bercerita bisa membangun trust?

Kemampuan untuk menahan diri, menyimak dengan seksama, dan menberi gestur yang tepat ketika anak bercerita itu butuh dilatih. Ketika kita berhasil melakukan hal tersebut di hadapan anak, dia akan merasa dihargai. Timbal balik penghargaan kita kepada mereka adalah rasa percaya. Mereka percaya bahwa kita akan menjadi orang pertama yang tepat dan selalu ada untuknya. ‘Hanya’ karena kita sudah mau mendengarkan isi hatinya.

Kelihatannya mudah, ‘hanya’ mendengarkan. Etapi butuh niat, usaha dan jam terbang untuk bisa melakukannya! Nggak apa-apa, kita bukan manusia sempurna kok. Bertumbuh bersama anak adalah satu usaha untuk menampilkan versi terbaik dari diri kita.