Anak Pemilih Makanan, Mungkinkah Orang Tua Penyebabnya?

Spread the love

Teteh, si anak pemilih makanan. Yang kadang-kadang bikin saya geregetan di jam-jam makan. Ada yang samaan nggak?

Pas lagi makan sate, nih! Dia bisa ngeluarin lagi kulitnya karena “nggak suka” bagian itu. Waktu makan capcay, yang beragam itu isinya. Kalau dia ngerasa ada satu sayur aneh di mulutnya, ya dikeluarin. Kejadian seperti ini masih berlangsung sampai sekarang di umurnya yang kelima tahun.

Pemilih makanan yang biasa terjadi pada anak dan cukup menyita pikiran orang tua (sumber gambar : www. canva.com)

Bersyukurnya, kondisi memilih-milih makanan ini sudah sangat jauh berkurang. Ragam pangan yang bisa masuk ke mulutnya sudah lebih banyak. Apalagi semenjak saya resign, apa yang saya olah walaupun cuma satu suap atau satu potekan harus masuk mulut.

Tiada lain supaya dia tahu rasanya sebelum bilang “nggak mau”. Yah, setidaknya Teteh punya alasan kenapa dia nggak mau. Tahu nggak, kenapa dulu dia nggak mau mencoba variasi menu yang saya buat? KARENA SAYA MENGKONDISIKANNYA SEPERTI ITU.

Saya hanya menyediakan sayuran yang kayaknya layak saja untuk Teteh. Misal, setiap belanja sayur mingguan saya selalu membeli wortel, brokoli, dan bayam. Untuk stok bekal Teteh di tempat penitipannya.

Bayangkan ya, selama lima hari dalam seminggu itu saja sayur yang dikonsumsinya.  Jadi, nggak salah juga kalau dia cukup pemilih jenis sayur yang bisa masuk ke mulut dan lambungnya. Berakhir dengan menjadi si pemilih makanan.

Proses Makan Teteh

Seperti layaknya bayi-bayi MPASI di Indonesia, dia mulai belajar makan di usia 6 bulan. Makanan pertama yang masuk ke mulutnya adalah pure mangga. Daan sampai sekarang mangga adalah salah satu buah favoritnya. Kok bisa gitu ya?

Belakangan saya ketahui bahwa ternyata tidak direkomendasikan memberikan buah di masa awal MPASI. Kok gitu? Buah itu manis buk-ibuk, sedangkan sayur, karbo, dan protein lain tidak sekuat itu rasanya. Khawatirnya doi nggak mau mencoba makanan lain. Lagi pula buah mengandung banyak serat yang belum perlu (dalam jumlah banyak) untuk anak umur 6 bulan.

Tak lama setelah dia mau mencoba mencicipi berbagai makanan yang saya sediakan, mulailah hari-hari penuh drama GTM. Iya, Teteh ini sering sekali mengalami GTM. Saya pusing jugak, nggak mau ini, nggak mau itu, padahal saya sudah gonta-ganti resep.

Karena sering mencoba beraneka resep itu, apa yang dia makan berbeda dengan apa yang kami santap di keseharian. Pernah loh, saya sampai beli daging salmon saking terobsesinya dengan menu MPASI. Padahal, saya dan suami makan daging salmon aja belum pernah. Hahaha.

Sampai dia toddler, proses memberikan makanan yang berbeda ini masih terjadi. Biasanya kalau saya masak yang dia  kira-kira nggak suka saya bikinin spaghetti, makaroni keju, kentang goreng, sosis dan sebangsa makanan enak itulah.

Akhir dari semua perlakuan nyaman terhadap ragam pangan itu adalah dia menjadi pemilih makanan. Salah satu dari banyak hal yang sering bikin saya dan suami geregetan waktu kita makan bersama. Tapi kalau boleh flashback, itu bukan salah dia. Tapi, salah kami (saya dan suamik) yang mengkondisikannya untuk menjadi pemilih.

Resiko Anak Pemilih Makanan

Dan seperti banyak permasalahan lain, anak dengan kondisi pemilih makanan bisa juga mengalami resiko yang serius. Meskipun kita sebenarnya nggak perlu terlalu khawatir berlebihan jika keadaan anak masih bisa ditoleransi.

Misal nih, setiap hari dia cuma mengonsumsi susu. Bisa sampai bergelas-gelas minum susu tapi nggak mau makan. Keadaan itu nggak berlangsung sehari dua hari, tapi sudah menjadi habit. Ya, itu sudah cukup menjadi alarm bagi orang tua. Kondisi pemilih makanannya sudah perlu dikonsultasikan ke ahli.

Meskipun susu katanya kaya akan vitamin, mineral, protein dkk. Apa cukup menggantikan berbagai jenis makanan lain yang telah disediakan alam? Ingatlah bahwa susu yang beredar dipasaran itu hasil dari kepandaian manusia yang nggak bisa menandingi kuasa tangan Tuhan. (Halah, malah ceramah! Hahaha)

Tapi, memang begitulah kenyataannya. Susu itu nggak cukup menggantikan kebutuhan gizi lain dari produk alam. Daan… beli susu mulu mengguras kantong! Kalau sudah waktunya sapih sufor, ya hayuk segerakan!

Anak yang nggak mau makan buah atau sayur, juga berpotensi kekurangan vitamin. Dia nggak suka protein (kayak saya dulu! Hihihi) bisa kekurangan sumber tenaga. Mangkanya di buku KIA yang pink itu disarankan untuk memberi makan sesuai menu keluarga.

Dengan catatan, menu keluarga yang disarankan juga sesuai panduan gizi berimbang. Tujuannya supaya anak bisa belajar makan dengan menyenangkan bersama keluarga. Kebutuhan gizinya terpenuhi dengan baik dan tumbuh jadi anak yang sehat, kuat, cerdas (ciyeee). Dan terhindar menjadi anak pemilih makanan, tentu saja!

Tips Supaya Anak Tidak Pilih-Pilih Makanan

#1 Samakan menu anak dan orang tua

Tips ini sudah saya senggol sedikit di awal. Bahwa dalam pemberian MPASI, pemerintah menganjurkan untuk menyamakan menu anak dan orang tua. Masuk akal sekali, sih! Apa yang dikonsumsi orang tua harusnya dinikmati anak juga.

Mudahnya adalah tidak ada kesempatan untuk memilih karena tidak disediakan. Salah satu cara yang bisa diberlakukan di rumah untuk meminimalisir anak menjadi pemilih makanan. Mungkin sulit di awal (biasalah, apa-apa kalo di awal emang suka susah kan?) Yang penting kita nggak menyerah, lama-lama anak akan terbiasa juga kok!

Bolehlah beda menu kalau kita lagi kepengin makan rendang jengkol atau balado terong! Kalau kayak begini ya emang harus dibedain. Tapi kalau menunya masih bisa direkayasa, ya samakan. Misal diakali dengan bikin sambel atau masukin cabe utuh supaya nggak nularin rasa pedas.

Salah satu keuntungan menyamakan menu keluarga adalah kita jadi nggak baper berlebihan kalau makanan ‘enak’ versi kita ditolak mentah-mentah. Soalnya kita nggak dua kali kerja bikin menu makanan. Hihihi.

#2 Jadilah contoh yang pemakan yang baik

Pilihan katanya nggak enak dibaca ya? Hahaha. Maap ya, akutuh nggak nemu kata yang cocok selain ‘pemakan’ ini. Kalau kalian dapet kasih tahu ya! Btw, memang begitulah adanya. Selalu saja orang tua yang akan kena imbas dalam berbagai permasalahan anak. Begitu juga dengan anak yang pemilih makanan.

Coba deh, ingat-ingat lagi! Pernah nggak kita as a parent menjadi pemilih makanan. Nggak mau ini itu anu ana, eh kok ternyata banyak yang dipilih. Si anak melihat apa yang orang tua lakukan. Berujung menjadi habit anak yang kita anggap itu  kebiasaan buruk.

Sebenernya kalau mau ngaku, Teteh itu nemu kebiasaan pilih-pilih makanan dari emaknya. Hahaha! Karenanya bapaknya pemakan segala, enak nggak enak, yang ada telan aja.

So, jadilah contoh pemakan yang baik. Yang mau menghabiskan makanan yang sudah ada di piring. Makan apa yang disajikan. Kalau kita nggak mau, tunjukkan dengan mengambil sedikit.

Kalau kita agak kesusahan menjadi contoh, ya nggak apa-apa pencitraan dulu. Kata dr Pinan dari pencitraan lama-lama menjadi kebiasaan. 😊

#3 Sediakan waktu makan bersama keluarga

Makan bersama bukan cuma tentang contoh sikap rukun dalam rumah tangga, loh! Tapi juga jadi wadah belajar makan anak. Mangkanya, ketika momen MPASI itu usahakan ada waktu makan bersama keluarga. Satu kali sehari minimallah!

Supaya anak melihat, bagaimana sih cara makan itu? Apa saja yang digunakan untuk makan? Oh, ternyata nasi! Oh, ini sayur ya? Oh, aku harus menghabiskan semua ya? Children see, children do!

“Orangtua gue makan semua tuh, ngapain gue pilih-pilih sih!”

Makan bersama, sumber teladan makan yang baik (sumber gambar : www.canva.com)

#4 Sediakan menu baru secara berulang

Sebenarnya kita tidak bisa langsung menghakimi anak tidak menyukai menu tertentu jika baru sekali ketemu. Baru ketemu sekali, udah bilang nggak suka. Cinta kan datang karena terbiasa kata Dewa. Rasa suka terhadap makanan juga begitu, buk-ibuk!

Jika ada bayik, baru sekali kenal nasi terus dilepeh. Itu wajaaarly! Bahkan dua, tiga, empat, lima kali dia menolak jenis makanan tertentu itu wajar kok! Dalam sebuah artikel yang entah judulnya apa, ternyata anak itu nggak cukup butuh waktu sekali dua kali untuk mengenal makanan. Butuh ratusan kali penyajian menu makanan baru dia kenal.

Coba deh amati proses nggak maunya anak itu. Dari pertama nggak mau pegang. Eh, pas dikasih selanjutnya coba-coba pegang nih! Lama-lama akhirnya masuk mulut, terus dilepeh. Itu kan proses mengenal buk-ibuk. Tugas kita mepet anak dengan stok kesabaran yang berlimpah.

Nggak usah baper kalau kita masak enak, dia nggak mau. Nggak perlu sedih jika kita merasa effort banget masak tapi dimuntahin. Cobak berpikir positif bahwa ketika anak lagi ngelepeh, dia lagi mengeksplorasi makanan. Lagi diresapi rasa, tekstur, dan aromanya.

Begitulah akhir cerita pilih memilih makanan Teteh ya, Buk-Ibuk. Dan sedikit tips yang semoga berguna. Anw, meskipun cerita pemilih makanan versi Teteh nggak berbahaya bagi pertumbuhannya, bisa jadi berbeda untuk setiap anak. Segera konsul ke ahli kalau sudah ada alarm bahaya, ya!